Senin, 13 Oktober 2014

ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUANGAN GEREJA



ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUANGAN GEREJA

BAB I
PENDAHULUAN

Gereja adalah debuah sistem yang menjalankan funngsinya secara dinamis, karena gereja merupakan suatu kehidupan bersama yang dipengaruhi oleh lingkungannya dan sekaligus mempengaruhi lingkungannya[1] .  Gereja sebagai sebuah sistem tntulah perlu diolah kinerjanya dan dimanajemen sebagaimana seharusnya sehingga visi,misi, tujuan dan sasaran gereja dapat dicapai.
Gereja merupakan lembaga non profit yang didalamnya terdapat kegiatan manajemen dan administrasi yang meliputi sumber daya manusia, program pelayanan/ kerja dan keuangan yang terus berubah. Perubahan data jemaat, data keuangan dan pelayanan memerlukan pengelolaan.
Kegiatan manajemen dan administrasi didalam gereja pada umumnya meliputi:
1.       Manajemen untuk pengerja gereja, penggajian karyawan kantor, karyawan tidak tetap dan sebagainya.
2.       Jadwal kegiatan jemaat dan jadwal pengurus, penerimaan sumbangan uang dan barang.
3.       Pendataan jemaat beserta anggota keluarga, baptis, kematian, pernikahan, atestasi dan perannya dalam pelayanan.
4.       Keuangan berupa jumlah persembahan, jenis persembahan, pengeluaran dana untuk program atau kegiatan serta pengeluaran rutin.
 Dasar pengaturan manajemen keuangan gereja bisa didapatkan dari Maleakhi 3: 10a  “ Bawalah seluruh persembahan perpuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu”.  Hal itu pasti diperlukan orang-orang  yang mengatur dan manajemen dan administrasinya seperti halnya yang dilakukan para ke-12 murid Yesus untuk kepentingan-kepentingan pengikut-pengikutNya pada saat itu.  Laporan keuangan tersebut  dibuat berdasarkan pengolahan manajemen sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi gereja yang berorientasi moral dan iman.
Kisah para rasul 4:34b-35 : karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa  dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya”.  Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai orang-orang yang mengatur keuangan untuk keperluan diakonia atau pelayanan manifestasi iman percaya kepada Mesias. 
Dengan demikian semakin jelas bahwa gereja memerlukan orang-orang yang bertugas mengatur dalam manajemen dan administrasi gereja dan melaporkan secara terttulis aktivitas tersebut berupa laporan keuangan
  

BAB II
KETENTUAN UMUM

Pengertian Manajemen
Istilah manajemen berasal dari kata dalam bahasa Inggris “to manage” yang berarti “to control”.  Dalam bahasa Indonesia hal ini berarti mengendalikan, menangani atau mengelola.  Jadi manajemen artinya pengelolaan, pengendalian atau penanganan serta perlakuan secara terampil untuk menangani sesuatu (skillful treatment) dalam rangka mencapai tujuan tertentu.  Arti leksikalnya menurut KBBI adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran/tujuan dengan kata lain proses mencapai tujuan dengan car kerja yang sistematik.
Manajemen bukan hanya merupakan suatu keahlian dalam mengelola namun manajemen juga adalah suatu alat dalam pengelolaan, sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan pengalaman.  Manajemen sebagai proses mencapai tujuan pada dasarnya menjalankan 4 fungsi dasar yaitu :
1.       Planning (perencanaan)
2.       Organizing (pengorganisasian)
3.       Actuating (pelaksanaa)
4.       Controlling (pengawasan dan pengendalian)
Didalam manajemen secara umum inilah manajemen keuangan menjadi salah satu bagiannya.  Sehingga manajemen keuangan juga memiliki 4 proses untuk mencapai tujuannya.  Dalam proses perencanaan Manajemen keuangan merumuskan tindakan –tindakan yang dianggap perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan. 
Proses Pengorganisasian dalam pendekatan klasik akan memberikan perbedaan yang besar untuk organisasi komersil (profit oriented) dengan organisasi nirlaba (non profit oriented).  Organisasi nirlabapun dibedakan dalam 5 bagian yaitu :  organisasi pelayanan, organisasi ekonomi, organisasi keagamaan, organisasi perlindungan dan organisasi pemerintah.  Setiap jenis organisasi tersebut membutuhkan perlakuan yang khas, oleh karena itu pengorganisasian dari setiap jenisnya juga bersifat khas, termasuk dalam gereja.  Kekhasannya akan nampak adalam struktur organisasinya, sistem birokrasi dan administrasinya dan  mekanisme atau tata kerjanya.
Dalam proses Pelaksanaan hampir sama semuanya membutuhkan staffing, motivating, directing, coordinating dan leading (pembentukan staff, memberikan motivasi, memberikan pengarahan, memobilisasi dan mengkoordinasikan orang lain untuk emlakukan apa yang sudah direncanakan ).  
Proses pengawasan dan pengendalian manajemen keuangan akan melaksanakan penetapan standar guna mengukur kinerja beserta hasilnya, mengukur dan membandingkan kinerja dan hasilnya dengan rencana yang telah ditetapkan secara keuangan dan mengambil/mengusulkan  tindakan perbaikan apabila hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan perencanaan.

Peraturan Pemerintah dan Kondisi Lapangan
Gereja termasuk dalam jenis organisasi nirlaba yaitu organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari keuntungan melainkan untuk usaha-usaha yang bersifat sosial (Sumarni dan Soeprihanto, 1998:64).  Sesuai dengan PSAK no 45 2008 tentang organisasi nirlaba, bahwa organisasi nirlaba harus dan berhak membuat laporan keuangan dan melaporkan kepada para pemakai laporan keuangan. 
Kalangan pemerintah mensyaratkan bahwa bantuan dana yang berasal dari pemerintah harus dipertanggungjawabkan, demikian pula dana dari para donatur perorangan.  Pemerintah telah memulai meminta kepada organisasi yang dibantu untuk memberi pertanggungjawaban atas penggunaan bantuan yang mereka terima (Mahsun, 2007:219).  Dalam masyarakat yang semakin maju dan meningkatnya pendapatan hal ini berimbas pula dengan semakin banyaknya aliran dana bantuan, sehingga sudah mulai terasa bahwa masyarakat sedang mendesak organisasi nirlaba agar turut memberikan pertanggungjawaban atas dana-dana yang diperoleh dari masyarakat sekalipun bersifat sukarela.
Bentuk pertanggung jawaban atas tuntutan tersebut adalah laporan keuangan yang harus dipersiapkan oleh organisasi penerima bantuan dana.  Tuntutan akan akuntabilitas yang memadai untuk organisasi non laba khususnya gereja bukanlah hal yang mudah sebab menurut Susabda (1997:1) ada pemimpin gereja yang sudah merasa cukup bertanggung jawab dengan hanya melaksanakan dan memimpin tugas rohani di gerejanya seperti khotbah memimpin pelayanan persekutuan doa dsb.  Sehingga mayoritas dalam kehidupan iman jemaat terdoktrin secara pribadi bahwa pertanggung jawaba secara lisan atau tulisan untuk kolekte sebagai salah satu sumber diakonia dirasa menunjukkan ketidakikhlasan jemaat dalam memberikan sebagian kecil dari rejekinya.
Dengan asumsi sagala sesuatu yang diberiukan untuk kemulilaan Allah mutlak harus diberikan dengan hati yang ikhlas yang dimanifestasikan dengan tanpa mempermasalahkan ataupun meminta hasil pertanggung jawaban kolekte tersebut baik secara lisan maupun tulisan.  Hal ini membuat manajemen keuangan tidaklah terlalu dibutuhkan di dalam gereja atau pembuatan laporan keuangan yang asal-asalan.

Uang dan Harta Benda Gereja
Uang dan harta benda gereja merupakan sumber daya yang besar dan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pekerjaan/pelayanan gereja.  Oleh karena itu oengelolaan yang baik terhadap sumber daya ini tidak boleh diabaikan .  Uang dan harta benda gereja pada dasarnya adalah talenta yang dipercayakan Tuhan kepada Gereja (band Mat 25:14-30).  Pengelolaan yang baik akan memberikan manfaat ytang sebesarnya bagi kemuliaan Tuhan dan penggunaannya harus dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh.

Manajemen Keuangan
Sekalipun gereja berbeda dengan organisasi komersial yang lainnya, namun dalam penataan keuangan tetaplah harus dapat dipertanggungjawabkan sama seperti pada organisasi komersial.  Semua pengurus gereja yang terlibat didalamnya mengerti bahwa mereka terseleksi secara ideal mempunyai tujuan yang tulus untuk mendukung organisasi guna mencapai tujuannya dan untuk masalah manajemen keuangan mereka diasumsikan secara serius ikut serta mempertanggungjawabkannya. 
Karena pengaturan manajemen keuangan yang baik akan memberikan informasi berkelanjutan yang berguna memberikan gambaran apakah tujuan itu dapat atau sudah terealisasikan.  Sehingga banyak pihak dari pelaksana, ataupun pihak sasaran yang akan diuntungkan serta berharap untuk memperoleh manfaat yang dijanjikan gereja  bisa mendapatkan informasi mengenai sasaran yang berhasil diraih oleh gereja.
Dengan adanya manajemen keuangan maka akan banyak hal ataupun kegiatan yang bisa didukung dan diatur dan bahkan disajikan informasi (yang menampilkan manfaat atau hasil yang diraih yang didenominasikan dalam besaran uang) kepada penyedia sumber dana yang ada dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengambil keputusan rasional dalam pengalokasian sumber daya kepada entitas nirlaba.
Manajemen keuangan akan memudahkan gereja merencanakan dan melaksanakan program-programnya sehingga mudah bagi gereja untuk menunjukkan tingkat akuntabilitasnya tidak hanya kepada Tuhan tetapi juga kepada para donatur baik dari pihak dalam maupun dari pihak luar gereja.  Tingkat akuntabilitas yang memadai akan semakin meningkatkan kepercayaan umat dan para donatur untuk memberikan batuan amalnya guna mendukung program-program gereja.
Seiring melesatnya perkembangan gereja dan jemaatnya maka diperlukan pertanggungjawaban yang baik atas laporan keuangan dalam manajemen gereja.  Dengan manajemen keuangan yang baik gereja dapat mempertanggungjawabkan atas setiap dana-dana yang diterima kepada donatur gereja yang sebagian besar adalah jemaat anggota gereja itu sendiri.

BAB III
PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN

Seringkali karena gereja merupaka suatu organisasi nirlaba maka kelemahan yang terjadi dalam manajemen keuangan gereja adalah :
1.        Berkaitan dengan sumber daya manusia yaitu bendahara bukanlah pelaku ataupun ahli keuangan.  Orang yang tepat ditempat yang tepat sangat jarang bisa diterapkan dalam menentukan perangkat pengelola keuangan gereja.  Bisa siapa saja yang dipilih melalui penunjukkan oleh semacam forum rapat untuk menjadi bendahara/staf pembantu pengelola keuangan dengan syarat-syarat yang lebih bermuatan unsur non akademik/spesifikasi keahlian atau kecakapan tentang keuangan.
2.       Prioritas program kerja yang relatif terpaku pada rutinitas tradisi gereja sehingga tidak memiliki prioritas program pelayanan yang kekinian, keragaman program-program gereja yang terus berkembang akan tentu saja berpengaruh terhadap rencana pengelolaan keuangan gereja.
3.       Keseimbangan neraca keuangan.  Manajemen keuangan gereja yang tidak seimbang dan didominasi pengeluaran tekhnis untuk memenuhi kebutuhan pendukung dimana angkanya dapat lebih besar dari program pokoknya (komitmen untuk melaksanakan program kerja).  Hal ini berkaitan dengan masalah teknis perkembangan situasi dilapangan dan membutuhkan dana cadangan/dana tak terduga.  Pengelola keuangan gereja harus bisa membuat pos-pos yang efisein dan efektif untuk memuat kebutuhan yang kompleks dan tidak berhenti pada neraca negatif yang artinya lebih besar pasak daripada tiang sehingga menyebabkan kekurangan dana dan program kerja tidak terlaksana atau bahkan akhirnya menjadi beban jemaat hanya karena kesalahan perhitungan pada saat perencanaan anggaran.
Maka diperlukan penyelenggaraan dan pengelolaan yang tepat bagi gereja untuk memanajemen kegiatan termasuk memanajemen keuangannya.

Rencana kerja dan anggaran.
Yang menjadi pedoman dari setiap perencanaan , gereja adala visi, misi dan tujuan gereja. Penyusunan program dan kegiatan berdasarkan departemen atau bidang-bidang dalam organisasi gereja harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Dalam menyusun rencana kerja organisasi gereja perlu diperhatikan tujuan utama gereja.
Dalam menyusun rencana kerja dapat dilakukan secara bertahap yang dijabarkan melalui program dan kegiatan setiap tahunnya , yang didukung dengan anggaran yang sesuai dengan kemampuan organisasi gereja sehingga mampu meningkatkan kinerja dan efisiensi kegiatan setiap departemen.
Manfaat dari penyusunan rencana kerja secara bertahap adalah[2]:
a.       Terkoordinasinya hubungan RPJP (Rencana Program Jangka Panjang), RPJM (Rencana Program Jangka Menengah), RKT (Rencana Kerja Tahunan) dan kegiatan dengan pengalokasian anggaran.
b.       Menghindarkan  tumpang tindih dan duplikasi program/ kegiatan dari masing-masng bidang yang berbeda fungsi dan tanggung jawabnya.
c.       Memudahkan pengaturan pendanaan program/ kegiatan yang bersifat lintas fungsi, lintas bidang, lintas lokasi/ daerah dan lintas kepentingan.
d.       Menjamin kepastian ketersediaan anggaran dan pemanfaatan sumberdaya secara efisien, efektif dan bertanggung jawab.
e.       Dapat mengutamakan kebutuhan yang dianggap lebih priotitas untuk dilakukan terlebih dulu, dengan menyesuaikan anggaran yang tersedia.
f.        Dapat mengukur tingkat keberhasilan pada waktu tertentu dengan melihat kebutuhan anggaran yang masih harus disediakan, efisiensi dapat ditekan.

Gereja harus membelanjakan uang. Gereja membelanjakan uang untuk mendukung pelayanan dan misi. Untuk itu perlu direncanakan pengeluarannya. [3] Menurut Walz ada beberapa hal yang penting :
1.       Sifat anggaran. Setiap departemen atau komisi memerlukan anggaran pendapatan belanja seperti Sekolah minggu, pemuda, ibadah dan kelompok lain. Demikian juga dengan anggaran khusus seperti pembangunan gedung gereja memerlukan anggaran yang terpisah. Anggaran biasanya berlaku satu tahun kalender kecuali anggaran khusus bisa beberapa tahun yang dimulai dari awal pelaksanaan proyek.
2.       Mempersiapkan anggaran.  Seseorang perlu mempersiapkan anggaran biasanya adalah bendahara, untuk departemen atau komisi biasanya ketua atau bendaharanya. Beberapa bulan sebelum tahun fiskal dimulai, staf anggaran/ bendahara mengirimkan surat tertulis tentang rencana anggaran. Dan bila sudah dikembalikan akan digabungkan oleh staf anggaran. Bila melebihi dari anggaran sebelumnya dilaporkan ke sidang jemaat/ majelis untuk negoisasi.
3.       Menggunakan anggaran. Komunikasi antara staf anggaran dan kepala komisi sangat penting supaya anggaran dapat dipergunakan secara efektif.
4.       Pembelian yang terkendali. Pembelian harus diawasi supaya pembelian-pembelian sesuai dengan yang disetujui. Mereka yang mengetahui anggaran diharapkan mereka juga mengetahui dimana melakukan pembelian atau jasa yang terbaik dari pengeluaran dana.
5.       Penyesuaian anggaran. Bukan hal yang luar biasa bila biaya tak terduga timbul. Bila hal ini terjadi staf anggaran atau gereja memungkinkan untuk menyesuaikan anggaran.

Penganggaran Berbasis Kinerja
Penganggaran organisasi gereja biasanya berpedoman pada anggaran tahun sebelumnya. Dengan dasar pemikiran situasi dan kondisi yang ada serta kebijakan organisasi yang stabil, maka penyusunan rencana anggaran diusulkan setidaknya sama dan paling banyak mengalami kenaikan sebesar 25% dari tahun berjalan.  Asumsi lainnya penerimaan juga akan meningkat sebesar 10-50% tergantung perkembangan pada saat rencana anggaran disusun.
Dalam penyusunan anggaran hendaknya berbasis kinerja maksudnya adalah setiap kegiatan harus mengutamakan hasil atas anggaran yang sudah dialokasikan.  Hal ini akan mengarahkan setiap kegiatan berdasarkan pada rencana disamping itu setiap bidang pelayanan akan lebih selektif dalam menetapkan kegiatan.  Adanya koordinasi dengan setiap bidang pelayanan saat penyusunan rencana akan menghindari duplikasi anggaran, adanya peningkatan kualitas organisasi, efisiensi dan optimalisasi sumber daya organisasi gereja. 
Fungsi lain dari penyusunan anggaran berbasisi kinerja akan membawa gereja untuk mengacu kepada Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah dan Rencana Kerja Tahunan yang semuanya bermuara kepada terwujudnya visi, misi organisasi gereja.  Pada akhirnya sasaran kegiatan dapat diukur karena sudah disesuaikan dengan program dan kegiatan serta anggaran yang terencana secara tepat.  Juga dapat dilakukan pengawasan dan pendampingan agar proses pelaksanaan tidak menyimpang dari perencanaan semula.  Dengan pengkajian yang terus menerus dan berkesinambungan akan tercipta keseimbangan antara kebutuhan organisasi dengan kemampuan yang dimiliki. 
Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan.  Pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai seberapa besar perbedaan (gap) antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan.  Dengan diketahui perbedaan tersebut maka upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilakukan.
Pada dasarnya dalam penyusunan rencana apa yang direncanakan merupakan kebutuhan masyarakat  dan jemaat pada umumnya.  Disamping juga kebutuhan masyarakat dan jemaat akan dipenuhi dari setiap program yang telah direncanakan, hal ini akan menjadi lebih baik bila ketika program tersebut didukung dengan anggaran yang disediakan untuk dapat menjawab setiap kebutuhan.
Rencana Kegiatan dan Anggaran
Tahapan yang perlu menjadi pedoman dalam Penyusunan Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) adalah visi, misi tujuan dan sasaran gereja.  Namun demikian kebutuhan rutin yang telah menjadi prioritas harus tetap diannggarkan seperti misalnya : biaya hidup pendeta, gaji pegawai gereja, biaya listrik, telepon dan pemeliharaan yang lainnya.
Proses penyususnan rencana dimaksud sebagai berikut: 
1.       Menginventarisasi usulan rencana dan kegiatan serta masukan-masukannya
2.       Menyusun rencana masing-masing bidang pelayanan yang mengacu pada visi,misi, tujuan dan sasaran
3.       Mengadakan koordinasi dan sinkronisasi secara terpadu untuk menghindari tumpang tindih program kegiatan.
4.       Rencana kerja, kegiatan dan anggaran harus berdasarkan keputusan bersama dan skala prioritas bagi setiap bidang pelayanan untuk menciptakan efisiensi.
5.       Penyusunan konsep rencana untuk pembahasan bersama dengan masing-masing kepala bidang pelayanan  untuk memperoleh pengesahan secara terbuka.  Setiap usulan kegiatan harus disertai dengan proposal seperlunya sesuai dengan bidang pelayanan dengan perencanaan anggaran berbasis kinerja.
6.       Program dan kegiatan lanjutan masih menjadi prioritas sebatas menyelesaikan tanggung jawab yang belum terselesaikan.
7.       Persetujuan Rencana Kerja yang telah disepakati selanjyutnya ditetapkan sebagai kegiatan tahunan yang harus disosialisasikan kepada jemaat/masyarakat.

Penetapan Anggaran
Dalam menetapkan anggaran berbasis kinerja harus memperhatikan alokasi anggaran secara tepat berdasarkan kebutuhan prioritas dimana kebutuhan dasar organisasi harus dipenuhi terlebih dahulu, selanjutnya memikirkan alokasi anggaran bagi kebutuhan penunjang.
Kebutuhan pokok organisasi seperti : biaya hidup pendeta atau gembala Sidang, pelayan, gaji pegawai, honor tidak tetap, biaya listrik, air, telepon biaya perawatan dan pemeliharaan kantor, sarana dan prasarana lainnya.  Sedang kegiatan penunjang adalah seperti kegiatan-kegiatan yang diprogramkan oleh masing-masing bidang baik secara prioritas maupun kegiatan-kegiatan yang sudah disetujui dalam rencana kerja tahunan.
 
BAB IV
PENUTUP

Manajemen keuangan gereja adalah salah satu alat untuk mencapai visi, misi, tujuan  dan sasaran gereja.  Sebagai alat manajemen keuangan gereja haruslah dibangun sesuai dengan kebutuhan gereja.  Bangunan manajemen yang tidak sesuai dengan kebutuhan gereja akan membuat alat manajemen itu tidak dapat dipergunakan untuk mencapai tujuannya atau setidaknya menyebabkan kinerja gereja tidak optimal.
Manajemen gereja merupakan seni mengelola gereja yang membutuhkan kreativitas disamping kepekaan rasa dalam menjalankannya.  Penting untuk selalu menyadari bahwa penyelenggaraan manajemen keuangan gereja selalu ada ketegangan antara “proses” dan “hasil”.  Keduanya harus diperhatikan agar pelayanan ini memberikan manfaat dan sukacita bagi semua.


[1] Sumartono, Penerapan toeri sistim untuk gereja, 1999
[2] Pdt. Andreas Untung Wiyono, S.Th.., D.Min., Drs Sukardi. M.Si., Manajemen Gereja Dasar teologis dan Implementasi Praktisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010. Halaman 133.
[3] Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2004. Halaman 114-118

Senin, 06 Mei 2013

GEREJA MENURUT KISAH PARA RASUL



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam Perjanjian Lama, ada dua istilah yang dipakai untuk gereja yang pertama adalah qahal atau kahal. Qahal diturunkan dari akar kata qal/ kal yang berarti memanggil. Qahal menunjukkan arti yang sesungguhnya dari pertemuan bersama dari suatu umat. Kata qahal banyak dijumpai didalam kitab Tawarikh, Ezra dan Nehemia.
Dan kata yang kedua yaitu ‘edhah yang berasal dari kata ya’adh yang berarti memilih atau menunjuk atau bertemu bersama di tempat yang sudah ditunjuk/ perjanjian. Kedua kata dipakai tanpa pembedaan arti walaupun dianggap tidak bersinonim sepenuhnya. Kata ‘edhah banyak dijumpai pada kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Yosua, namun tidak dijumpai dalam kitab Ulangan serta kitab Perjanjian Lama yang lainnya.
Kedua kata juga sering digunakan bersamaan menjadi qehal’edhah yang mempunyai arti kumpulan jemaat. Kemungkinan arti yang sebenarnya dari gabungan kedua kata ini adalah pertemuan dari wakil-wakil umat (Keluaran 12:6; Bilangan 14:5; Ulangan 4:10; 18:6; 5:22-23; 1 Raja-raja 8:Yeremia 26:17). Kata sunagoge dalam Septuaginta umumnya diterjemahkan kata ‘edhah dan sunagoge juga diterjemahkan qahal dalam Pentateuch.
Schuerer mengungkapkan bahwa Yudaisme masa yang lebih belakangan sudah menunjukkan perbedaan antara sunagoge sebagai kata yang menunjukkan jemaah Israel sebagai suatu realitas empiris, ekklesia sebagai nama dari jemaah yang sama secara ideal juga dipertimbangkan.[1]
Ekklesia sebagai kata Yunani pertama yang merupakan terjemahan dari qahal dan bagi orang Yahudi yang berbahasa Yunani kata ekklesia berarti jemaah yang bergabung bersama. Menurut Ryrie[2] secara etimologi/asal usul kata kata tersebut seharusnya diterjemahkan dipanggil bersama bukan dipanggil keluar.
            Dalam Perjanjian Baru  juga terdapat dua kata yang diambil dari Septuaginta yaitu ekklesia dari kata ek dan kaleo yng berarti memanggil keluar. Kata yang lain adalah sunagoge yang berasal dari kata sun dan ago yang mempunyai arti datang atau berkumpul bersama. Sunagoge menunjukkan kepada arti pertemuan ibadah orang Yahudi atau secara umum bangunan dimana mereka berkumpul dan beribadah. (Matius 4:3; Kisah 13:23; Wahyu 2:9; 3:9). Ekklesia mempunyai pengertian gereja tetapi juga berarti pertemuan secara umum.
Deissmann menganggap ekklesia sebagai satu perkumpulan orang-orang (yang dipanggil) dan Tuhan sendiri yang memanggil mereka.[3]
            Pengertian gereja yang beragam sehingga ekklesia yang menunjukkan arti tentang gereja juga mempunyai arti beragam pula. Tuhan Yesus memakai istilah ekklesia dalam Matius 16:18 menunjuk pada murid-murid yang bersama Dia dan para murid mengenal Dia. Murid-murid adalah ekklesia dari Tuhan Yesus. Tetapi kemudian ekklesia memunyai arti yang cukup luas seiring dengan perkembangan dan dinamika gereja. Gereja lokal yang didirikan dimana-mana juga sebagai ekklesiai karena gereja merupakan perwujudan dari gereja Tuhan yang universal. Ekklesia dalam buku Dunia Perjanjian Baru [4] “...  dalam Perjanjian  Baru, kata ekklesia hanya digunakan untuk menyebut pertemuan orang-orang Kristen guna menyembah Kristus.
Pemakaian kata ekklesia yang paling penting menurut Berkhof [5]:
a.       Ekklesia yang berarti sekumpulan orang percaya didalam satu tempat yang sama yaitu gereja lokal, tanpa memandang orang percaya itu datang dengan beribadah atau tidak. Sebagian ayat yang berisi pengertian tambahan yaitu mereka berkumpul dengan maksud yang jelas, Kisah 5:11; 11:26; 1Korintus  11:18; 14:19,28,35. Beberapa ayat yang  menunjukkan maksud yang tidak jelas, Roma 16:4; 1Korintus 16:1; Galatia 1:2; 1Tesalonika 2:4.
b.      Ekklesia domestik, yaitu gereja dalam rumah pribadi seseorang. Jaman para rasul, orang-orang kaya yang menyediakan ruangan yang besar dalam rumah mereka sebagai tempat ibadah, Roma 16:23; 1Korintus 16:19; Kolose 4:15; Filemon 2.
c.       Ekklesia yang berarti sekelompok gereja-gereja, Kisah 9:31. Menunjukkan gereja-gereja Yudea, Galilea dan Samaria.
d.      Ekklesia yang berarti keseluruhan tubuh Kristus di seluruh dunia atau kesatuan dari orang-orang yang beribadah kepada Kristus dan terkumpul dibawah pimpinan pejabat-pejabat terpilih. 1 Korintus 10:32; 11:22; 12:28.
e.       Ekklesia yang berarti keseluruhan tubuh orang-orang beriman baik di bumi dan di surga yang dipersatukan secara spiritual dengan Kristus sebagai Juru selamat. Efesus 1:22; 3:10,21; 5:23-25; 27,32; Kolose 1:18,24.  
Dan istilah Alkitab yang lain untuk gereja menurut Berkhof [6], yang masing-masing menekankan aspek tertentu:
a.       Tubuh Kristus, istilah ini digunakan untuk jemaat secara universal (Efesus 1:23; Kolose 1:18) tetapi juga menunjukkan jemaat tunggal (1Korintus 12:27). Menekankan kesatuan dari gereja baik lokal maupun universal. Kesatuan yang bersifat organis dan organisasi gereja yang mempunyai hubungan dengan Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala yang Mulia.
b.      Bait Roh Kudus atau Bait Allah, 1Korintus 3:16 gereja di Korintus disebut sebagai bait Allah dimana Roh Kudus tinggal.
c.       Yerusalem yang diatas, Yerusalem yang baru, Yerusalem surgawi, (Galatia 4:26; Ibrani 12:22; Wahyu 21:2, 9, 10. Gereja adalah tempat kediaman Allah, dimana umat Allah bersekutu dengan Dia.
d.      Tiang atau dasar kebenaran, Timotius 3:15. Gereja adalah penjaga kebenaran, benteng kebenaran dan pembela kebenaran terhadap musuh-musuh Kerajaan Allah.   




















BAB II
LATAR BELAKANG
Apakah gereja itu penting? Menurut Ryrie[7]
“ Gereja ditebus oleh kasih Allah dengan darah AnakNya sendiri (Kisah 20:28). Gereja dikasihi, dipelihara dan dirawat oleh Kristus (Efesus 5: 25,29) dan akan IA tempatkan dihadapan diriNya dengan tanpa cacat didalam kemulianNya pada suatu saat  (ayat 27). Membangun jemaatNya merupakan pekerjaan Kristus yang terutama didunia sekarang (Matius 16:18) melalui berbagai macam karunia rohani yang Ia berikan (Efesus 4:12).”

Dalam bahasa Inggris kata gereja/ church berasal dari gerika kuriakon yang berarti milik Tuhan. Dalam Perjanjian  Baru kata tersebut digunakan dua kali dalam 1 Korintus 11:20 mengenai perjamuan Tuhan dan dalam Wahyu 1:10 mengenai hari Tuhan. Kemudian mulai biasa digunakan untuk menunjukkan tempat atau denominasi atau tanah air yang berhubungan dengan kelompok orang yang menjadi milik Tuhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mempelajari gereja dalam Perjanjian  Baru, menurut Thiessen[8] hal itu adalah:
a.       Gereja bukan kelanjutan dari tatanan lama. Kekristenan bukanlah anggur baru yang dituangkan dalam kantong yang lama. Tetapi keristenan adalah anggur baru yang dituangkan dalam kantong yang baru (Matius 9:17). Gereja bukan merupakan kelanjutan dari tatanan kuno dapat dari beberapahal. Pertama Israel dan gereja bukan merupakan istilah yang searti. Dan Paulus membedakan antara orang Yahudi, orang Yunani dan jemaat atau gereja (1 Korintus 10:32). Paulus berbicara tentang gereja sebagai manusia yang baru (Efesus 2:15) yang terdiri atas orang Yahudi dan bukan Yahudi yang percaya.
b.      Gereja bukan kelanjutan dari Sinagoge. Gereja dan Sinagoge banyak persamaannya tetapi bukan berarti keduannya sama. Dalam Matius 16:18, Yesus mengatakan ” Aku akan mendirikan jemaat-Ku” perkataan ini tidak menunjuk kepada sinagoge karena sinagoge sudah ada pada masa itu. Ketika para rasul berkotbah di sinagoge, yang mereka sampaika bersifat penginjilan yang mengajak orang untuk bertobat dan percaya Yesus. Bukti-bukti dalam Perjanjian  Baru sekelompok orang yang bertobat mereka membentuk sebuah jemaat lokal yang terpisah dari sinagoge.  
c.       Gereja tidak berbatasan dengan interregnum/ masa peralihan. Interregnum atau masa peralihan berawal dari ketika Tuhan Yesus ditolak oleh umatnya sendiri (Matius 13) dan berakhir kedatangan Tuhan Yesus untuk mendirikan kerajaanNya (Wahyu 19). Tetapi gereja dimulai dari pentakosta yaitu beberapa waktu setelah masa interregnum dimulai dan keangkatan gereja akan terjadi sebelum kesengsaraan besar. Hal ini berarti gereja merupakan bagian dari Kerajaan Allah dan gereja tidak dapat disamakan dengan Kerajaan Allah.
d.      Gereja bukan suatu denominasi. Seringkali orang membicarakan denominasi yang ada sebagi gereja-geraja ternyata tidak ada istilah “gereja” yang seperti itu didalam Alkitab. Dan menegaskan bahwa denominasinya adalah satu-satunya yang benar, tetapi harus selalu diingat Firman Allah tidak merestui perpecahan semacam itu (1Korintus 1:11-17). Banyak denominasi tetapi hanya ada satu gereja yang sejati yang bersifat universal dan semua orang yang ditebus pada jaman ini adalah anggota tubuh rohani yang satu ini.
e.       Gereja dipahami dengan dua arti. Pertama gereja yang universal yang terdiri dari semua orang yang pada jaman ini telah dilahirkan kembali oleh Roh Allah dan oleh Roh yang sama telah dibaptis menjadi anggota tubuh Kristus (1Korintus 12:13; 1Petrus 1:3,22-25). Kedua gereja lokal. Dalam arti yang lokal istilah “gereja” untuk menunjuk kepada sekelompok orang-orang percaya yang berkumpul disatu tempat. Seperti gereja di Yerusalem (Kisah 8:1;11:22), di Efesus (Kisah 20:17), di Kengkrea (Roma 16:1) dan di Korintus (1Korintus 1:2; II Korintus 1:1).
Menurut Wesley Brill[9], gereja/jemaat Kristus adalah suatu perhimpunan orang-orang yang telah bertobat dari dosa-dosa mereka, dan telah percaya kepada Yesus Kristus, dan telah dilahirkan kembali oleh pekerjaan Roh Kudus, dan telah dipersatukan dengan Kristus, Kepala mereka, yang senantiasa menyertai mereka (Yohanes 3:7; Kisah 5:14; 11:24). Gereja/Jemaat merupakan tubuh Kristus dengan Kristus sebagai kepala, gereja adalah tempat kediaman Roh Kudus dan gereja di persatukan dengan Kristus sebagai satu tubuh serta sebagai anak dara yang dipertunangkan kepada Kristus.
Dalam kitab Kisah Para Rasul, kita akan melihat bagaimana awal dari gereja, kehidupan mula-mula dari jemaat dan perluasan. penyebaran gereja mula-mula dari Yerusalem, Asia Kecil hingga Eropa. Kisah kelahiran gereja dalam kitab Kisah Para Rasul merupakan kelanjutan dari Injil Lukas. Dengan kata lain kisah dalam Injil Lukas dilanjutkan dalam Kisah Para Rasul dengan Tuhan bangkit dan menampakkan diri selama 40 hari sambil menyuruh mereka menunggu di Yerusalem untuk mendapatkan kuasa dari sorga supaya menjadi saksi-saksiNya di  Yerusalem, Yudea dan Samaria dan sampai ujung bumi.








BAB  III
GEREJA MENURUT KISAH PARA RASUL

A.    Kelahiran Gereja
Peristiwa-peristiwa Setelah Kebangkitan dan Sebelum Turunnya Roh Kudus
Setelah kenaikkan Tuhan Yesus ke surga, murid-murid Tuhan Yesus bertekun dalam doa di Yerusalem. Mereka bersama menantikan Roh Kudus yang dijanjikan dan  sesuai dengan nubuatan Yohanes pembaptis. Roh Kudus yang dijanjikan  akan datang dan memberikan kuasa  kepada mereka, dengan kekuatan Roh Kudus mereka akan menjadi saksi Kristus di Yerusalem, Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
Kelompok para Rasul berubah setelah pengkhianatan dan kematian Yudas, sehingga Petrus yang dengan sendirinya menjadi pemimpin atas 120 orang percaya mengganggap perlu memilih orang untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan Yudas. Dengan persyaratan dia harus merupakan rekan Yesus dan merupakan saksi dari kebangkitan Tuhan. Kemudian terpilihlah Matias untuk menggantikan Yudas dengan cara membuang undi.
Turunnya Roh Kudus
            Gereja yang bisa dikatakan lahir pada hari Pentakosta. Saat seluruh murid-murid berkumpul yang berjumlah 120 orang. Kemudian ada suatu bunyi yang seperti tiupan angin keras. Pneuma bisa berarti angin namun juga bisa berarti roh, yang menjadi lambang keberadaan dari kuasa Roh Kudus yang tidak kelihatan. Dan juga terlihat lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada masing-masing murid Tuhan Yesus yang ada dalam ruangan itu. Baptisan ini merupakan karya Roh Kudus untuk mempersatukkan orang-orang dari berbagai suku bangsa untuk menjadi satu tubuh Kristus atau gereja.
            Saat itu bersamaan dengan turunnya bunyi itu orang banyak berkerumun. Dan kebingungan karena mereka mendengar para rasul berbicara dengan bahasa lain yang bisa dimengerti oleh orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus dan Asia. Bahasa-bahasa yang biasanya harus diterjemahkan supaya dapat dimengerti.  Orang-orang dengan logat Galilea Yahudi mampu berbicara berbagai bahasa asing. Bahasa ini berbeda dengan karunia bahasa Roh yang terdapat dalam 1Korintus 12:14.
            Semua orang yang mendengar termangu-mangu dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi, mereka memberikan tuduhan bahwa murid-murid mabuk oleh anggur. Kemudian Petrus memberikan penjelasan kepada orang-orang yang banyak bahwa mereka tidak mabuk oleh anggur tetapi Roh Kudus yang menguasai para murid seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yoel dan dilanjutkan dengan pemberitaan Injil yang pada dasarnya  bahwa Yesus adalah Mesias. Dari kotbah rasul Petrus ini, sekitar 3000 jiwa ditambahkan.
            Dan repon yang diperlukan adalah bertobat dan memberi diri dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Bertobat adalah berpaling dari jalan dosa dan mengaku Yesus adalah Mesias. Baptisan merupakan bukti bahwa seseorang bertobat dan menunjukkan pertobatan dihadapan umum. Pada masa geleja mula-mula orang yang bertobat langsung dibaptis tanpa penundaan.
Pada masa gereja mula-mula, orang-orang yang bertobat langsung dibaptis tanpa penundaan.

Cara Hidup Jemaat/ Gereja mula-mula
Pengajaran rasul-rasul saat gereja mula-mula adalah pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus dan arti keselamatan manusia. Jemaat mula-mula mereka mengasihi satu dengan yang lain, mereka bersekutu sambil memecahkan roti dan berdoa secara terratur. Mereka mengasihi satu dengan yang lain sehingga orang-rang yang kaya menjual harta benda mereka untuk dibagikan untk membantu kebutuhan dari orang-orang percaya yang miskin. Kehidupan saling mengasihi diwujudkan dalam dukungan mereka kepada orang miskin. Murah hati dan sukacita menjadi bagian dari hidup dan menjadi ciri kas persekutuan mereka.
Ciri yang lain dari gereja mula-mula yang dipenuhi oleh Roh Kudus adalah kesatuan. Mereka tidak segan untuk menyerahkan kekayaan mereka untuk kesejahteraan bersama. Para Rasul mengawasi pelayanan kasih yang dilaksanakan bukan atas azas kesetaraan tetapi azas kebutuhan pribadi. Salah satunya yang menjual ladangnya adalah Yusuf yang berasal dari Siprus.
            Dan pada awalnya orang-orang percaya masih beribadah ke Bait Suci sesuai dengan adat istiadat orang Yahudi dan mereka tidak mempunyai pikiran untuk memisahkan diri dari kepercayaan Yudaisme. Persekutuan dan perjamuan orang percaya dilakukan dirumah-rumah. Dan Tuhan menambahkan jumlah mereka dari hari-kehari.

B.     Gereja di Yerusalem
Mukjizat dan Pengajaran
Pengajaran dan mukjizat yang khas  mewarnai berjalannya gereja mula-mula, seperti kejadian saat Petrus dan Yohanes ke Bait Allah ada seorang lumpuh sejak lahir di Gerbang Indah Bait Allah sedang meminta-minta. Petrus tidak memberikan uang kepada pengemis lumpuh, tetapi memberikan yang lebih besar yaitu kesembuhan kaki yang lumpuh. Kejadian ini menjadi perhatian banyak orang dan rasul Petrus memanfaatkan kesempatan ini untuk bersaksi kebangkitan Tuhan Yesus dan kuasa dari Tuhan Yesus yang menyelamatkan. Keajaiban dari mukjizat ini terletak pada kenyataan bahwa orang tersebut berusia lebih dari empat puluh tahun.
Kejadian kesembuhan orang lumpuh dan pengajaran rasul Petrus membuat imam-imam marah terutama dari golongan Saduki, karena orang Saduki tidak sepaham dengan golongan Farisi mengenai penafsiran hukum Taurat dan menolak ajaran tentang kebangkitan dan tentang adanya malaikat dan setan. Pejabat dan pengawal Bait Allah yang bertanggung jawab atas ketenangan dan keteraturan Bait Allah menangkap rasul-rasul ini.
Orang Saduki sangat marah karena Petrus dan Yohanes begitu gigih memberitakan Yesus yang bangkit dari orang mati dan karena kebangkitanNya memberikan harapan bagi umat manusia. Bagi orang Farisi yang percaya tentang kebangkitan orang mati, para Rasul memberikan landasan baru bagi pengharapan ini. Pengajaran rasul Petrus ini membuat banyak orang menjadi percaya dan jumlah orang percaya bertambah menjadi 5000 orang laki-laki.
Perlawanan Pemimpin Yahudi
Dalam kitab Kisah Para Rasul ini dapat dilihat bagaimana orang-orang Yahudi terutama pemimpin agama Yahudi telah menolak dan menyalibkan Tuhan Yesus dan mereka menolak Injil tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan naik ke surga seperti yang diberitakan murid-muridNya. Perlawanan orang Yahudi/pemimpin agama Yahudi  mencapai puncaknya adalah usaha mereka untuk membunuh rasul Paulus yang berkunjung ke Yerusalem terakhir kali.
Kedua rasul ditangkap dan dibawa ke hadapan Sanhedrin dan dituntut untuk mengatakan dengan kuasa siapa mereka yang adalah orang awam bertindak dan mengajar dan hal-hal semacam itu. Kesempatan ini dipakai oleh rasul Petrus untuk membela diri dan memberitakan Injil. Pembelaan rasul Petrus membuat Sanhedrin tercengang karena kedua Rasul ini adalah orang biasa tetapi mempunyai kemampuan berbicara dan kuasa semacam itu. Ketika Petrus dan Yohanes dipanggil kembali menghadap Sanhedrin, mereka tidak dihukum tetapi diperintahkan untuk menghentikan semua pemberitaan yang dilakukan dalam nama Yesus.
Saat para rasul di tangkap untuk yang kedua kalinya, mereka dilepaskan dengan kuasa adikodrati dan kemudian mereka taat untuk memberitakan Injil di BaitAllah. Kemudian ditangkap dan dihadapkan ke mahkamah agama, tetapi atas saran seorang ahli Taurat yang bernama Gamaliel mereka melepaskan kembali.
C.     Penganiayaan dan Penyebaran  di Wilayah Palestina (Kisah 6:1-12:25)
Pada awal tidak kelihatan tanda-tanda yang mengarah untuk memberitakan Ijnjil keseluruh dunia, karena mereka tetap tinggal di Yerusalem. Pemberitaan Injil hanya kepada orang-orang Yahudi yang tinggal di Yesusalem. Tetapi kemudian ada peristiwa yang membawa mereka untuk memberitakan Injil keluar dari Yerusalem yaitu penganiayan yang muncul disekitar Stefanus. Perluasan gereja mulai keseluruh Yudea dan Samaria.
Tujuh Diaken
   Gereja pada awalnya tidak mempunyai organisasi dan pengurus yang formal untuk menjalankan rencana kecuali para Rasul. Pertumbuhan gereja dan semakin besar jumlah jemaat yang ada menimbulkan banyak dan bermacam-macam persoalan sehingga mengharuskan mereka mengorganisasi dan menyusun kepengurusan serta para pemimpinnya.
Salah satu masalahnya orang Yahudi yang menjadi percaya berbahasa Aram tetapi orang Yahudi diluar Palestinan mereka memakai bahasa Yunani dan banyak orang Yahudi diaspora yang kembali ke Yerusalem. Munculah persoalan antara orang Yahudi yang berbahasa Aram dengan orang Yahudi yang berbahasa Yunani, dan terjadi pilih kasih antar keduanya terutama dalam pelayanan pembagian makanan untuk para janda. Para janda tidak mempunyai sarana penunjang kehidupan sehingga mereka mendapat kebutuhan pokok dari jemaat.
Langkah para rasul adalah mengumpulkan seluruh jemaat dan menunjuk tanggungjawab untuk memperhatikan orang miskin dan beban ini sudah menyita waktu dan perhatian mereka. Mereka mengurusi pelayanan jasmaniah tetapi melalaikan pelayanan Firman. Maka mereka mengusulkan tujuh orang yang dipenuhi Roh dan terkenal baik, untuk mengurusi pembagian makanan. Sehingga mereka para rasul sepenuhnya pada pelayanan doa, kotbah dan pengajaran Firman. Mereka bertujuh merupakan pejabat pertama dari gereja mula-mula dan mereka dinamakan diaken. Salahsatu dari ketujuh adalah Stefanus.
 Stefanus sebagai Martir dan Penganiayaan Gereja
Stefanus adalah orang yang cepat dikenal dan sebagai orang yang penuh kuasa dan karunia. Dia bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah Mesias dirumah-rumah ibadah Yahudi/ sinagoge di Yerusalem yang dihadiri oleh orang-orang Libertini.  Sebuah sinagoge beranggotakan kurangg lebih sepuluh orang Yahudi yang dikumpulan  untuk membaca dan menafsirkan ayat-ayat Alkitab. Pelayanan Stefanus menimbulkan perdebatan yang tajam  dan ketika orang-orang Yahudi yang bersoal jawab tidak mampu perdebatan, orang-orang ini menghasut orang untuk mengatakan bahwa sang diaken ini mengucapkan hal-hal yang menghujat hukum Musa dan Allah.
Stefanus diseret dihadapan Sanhedrin untuk mempertanggungjawabkan tuduhan-tuduhannya. Stefanus bukan suatu penyanggahan terhadap tuduhan-tuduhan yang dilancarkan kepadanya, tetapi lebih merupakan suatu penegasan positif terhadap kesaksiannya tentang Yesus Kristus dan Injil. Tetapi sebaliknya  Stefanus menuduh orang-orang Yahudi sebagai menghujat Allah, mereka menjadi marah secara tidak terkendali. Stefanus tidak terpengaruh dengan kemarahan Sanhedrin dan Allah memberikan penglihatan kepadanya berupa langit terbuka dan Anak Manusia berdiri disebelah kanan Allah. Hal ini adalah penegasan Yesus yang diberitakannya telah menjadi Anak Manusia yang ada disebelah kanan Allah.
Stefanus diseret keluar dan mereka melemparinya sampai mati. Menjelang kematiannya Stefanus berbicara kepada Tuhan Yesus untuk menerima rohnya dan mengajukkan permohonan untuk mengampuni orang-orang yang membunuhnya.
Hingga masa ini gereja tidak ada kecenderungan untuk memberitakan Injil keseluruh dunia dan para Rasul masih tinggal di Yerusalem untuk menjaga stabilitas. Tokoh yang digunakan oleh Allah untuk penganiayaan gereja setelah kematian Stefanus adalah Saulus dan menjadi jalan Injil keluar dari Yerusalem.

Pemberitaan Injil di Samaria
 Orang Samaria adalah campuran dari golongan sisa Israel dengan bangsa asing yang ditempatkan oleh bangsa Asyur yang pernah menaklukkan bangsa Israel. Dan orang Samaria mendirikan bait suci tandingan di gunung Sikhem. Orang-orang Yahudi menganggap orang Samaria sebagai suku campuran secara keturunan dan secara agama.
Amanat agung Tuhan Yesus adalah Injil kerajaan Allah, dan memerintahkan murid-muridNya untuk memberitakan Injil keseluruh dunia. Filipus ke Samaria untuk memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah. Rasul-Rasul di Yerusalem menjalankan peranan dalam pengawasan bagi seluruhh gereja, oleh karena itu mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke Samaria untuk memeriksa perkembangannya. Petrus dan Yohanes mengetahui bahwa karunia Roh Kudus yang diterima pada hari Pentakosta belum dialami oleh orang Samaria yang sudah bertobat. Orang samaria telah menerima baptisan air tetapi mereka belum menerima baptisan Roh Kudus dan kesua Rasul menumpangkan tangan kepada mereka dan mereka menerima baptisan Roh Kudus. Kedua rasul terlibat teribat dalam penginjilan dengan penuh semangat dan mengunjungi banyak desa di Samaria, setelah selesai mereka kembali ke Yerusalem.
Pertobatan Sida-sida Etiopia
Perluasan gereja di luar latar belakang Yahudi dengan bertobatnya sida-sida dari Etiopia. Sida-sida dipekerjakan di dunia timur sebagai pejabat yang berkedudukkan yang tinggi. Raja Etiopia dianggap sebagai putera matahari sehingga dianggap terlalu suci untuk menjalankan berbagai fungsi pemerintahan secara aktual. Ibu suri yang dijuluki Sri Kandake yang melaksanakan kewajiban itu. Sida-sida mungkin bukan orang Yahudi atau mungkin meyakini Yudaisme, yang kemudian melakukan ziarah ke Yerusalem. Sida-sida dalam Perjanjian Lama tidak akanmendapat bagian dalam anggota umat Allah, tetapi orang semacam ini harus menerima Injil. Dengan kerta tertutup mereka membaca terjemahan kitab nabi Yesaya. Orang zaman itu membaca dengan keras dan Filipus mendengar sida-sida itu membaca kitab nabi Yesaya. Filipus menunjukkan kepada sida-sida itu bahwa nas tersebut adalah nubuat tentang Yesus,  Dia datang untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Di timur laut Gaza terdapat sebuah wadi atau lembah dengan air yang mengalir. Penjelasan Filipus tampaknya mencakup suatu tantangan untuk percaya kepada Yesus dan dibaptiskan, sebab sida-sida itu minta dibaptiskan oleh Filipus. Salah satu tulisan Kristiani abad pertama, yaitu Didakhe (sekitar tahun 125 M), mengatakan bahwa baptisan sebaiknya dilaksanakan di dalam air yang mengalir apabila hal itu dimungkinkan.
Kita tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi pada sida-sida itu, tetapi tradisi mengatakan bawah dia menjadi seorang penginjil bagi bangsanya sendiri. Filipus kemudian mengunjungi Asdod yang terletak sekitar dua puluh mil di utara Gaza, dan kemudian mengadakan perjalanan di sepanjang pantai utara, memberitakan Injil di berbagai kota, mungkin termasuk di Lida dan Yope. Dia kemudian sampai di Kaisarea di mana dia rupanya tinggal menetap, sebab dia belakangan tercatat tinggal di situ. Kaisarea adalah kota orang bukan Yahudi dan tempat tinggal resmi para gubernur Romawi untuk Yudea.
Pertobatan Saulus
Pada saat Injil mulai keluar menjangkau orang yang bukan Yahudi, Tuhan mempersiapkan alat pilihan untuk menjadi alat utama dalam melakukan misi ini. Alat yang dipersiapkan adalah Saulus. Saulus lahir di Tarsus di tanah Kilikia yang bukan Yahudi. Dia belajar di Yerusalem pada seorang rabi bernama Gamaliel seorang yang terkemukapada masa itu. Tujuan Saulus adalah memaksa orang percaya untuk menyangkal imannya dengan ancaman hukuman penjara bahkan hukuman mati. Saulus mendapat darii imam besar surat ekstradisi kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik untuk membawa kembali orang Kristen yang melarikan diri untuk kembali. Saulus adalah orang yang paling gigih dalam menganiaya gereja mula-mula.
Dalam perjalanan ke Damsyik Saulus mendapat kilatan cahaya ditengah hari dan lebih terang dari matahari. Suara yang muncul ditengah-tengah cahaya itu berbicara kepada Saulus dalamdialek Ibrani atau Aram. Sekalipun sebagian besar orang Yahudi yang hidup pada zaman diaspora berbicara dalam bahasa Yunani, tetapi orangtua Saulus berbicara dalam bahasa Aram. Dan bahasa ini yang biasa dipakai untuk mengajar di sekolah-sekolah para rabi di Yerusalem. Pada mulanya ia tidak mengerti pengalaman ini tetapi kemudian menanyakan pemilik suara itu. Dan suara itu memperkenalkan sebagai Yesus Kristus. Pengalamn ini menggoncangkan Saulus dan ia selama tiga hari tidak makan dan minum. Itu awal pertobatan Saulus yang kemudian dipanggil juga Paulus.
Pelayanan Petrus di Palestina dan Jemaat-jemata dari bangsa bukan Yahudi
Pelayanan gereja mulai meluas dan Injil mulai diberitakan keseluruh Yudea melalui pelayanan Rasul Petrus. Petrus menyembuhkan Eneas di Lida dan seluruh daratan Saron, disini orang banyak bertobat dan di daerah ini banyak tinggal orang-orang yang bukan Yahudi. Selain itu di Yope ada seorang bernama Dorkas yang disayangi oleh orang Kristen karena perbuatan-perbuatannyayang baik meninggal dan Petrus mendoakan perempuan dan dibangkitkan dari kematian. Pertobatan Kornelius seorang perwira Romawi dan bukan orang Yahudi  menjadi catatan penting. Langkah ini menimbulkan berbagai masalah yang sulit tentang syarat-syarat pergaulan sosial di antara orang-orang Kristen Yahudi dan orang-orang Kristen bukan Yahudi dan syarat-syarat penerimaan orang-orang bukan Yahudi itu ke dalam gereja. Persoalan ini menjadi pokok pembahasan dalam konferensi di Yerusalem.
            Petrus dipanggil ke Yerusalem dan beberapa orang Kristen Yahudi berdebat dengan kelayakan untuk memasuki persekutuan yang bukan Yahudi makan bersama mereka. Perdebatan yang tajam karena permasalahan ini dalam orang-orang Kristen Yahudi.
Menurut Wycliffe adalah
“Khotbah Petrus merupakan contoh pertama kita tentang pemberitaan Injil kepada orang bukan Yahudi. Di dalam khotbah tersebut terdapat sangat sedikit renungan mengenai makna Oknum Kristus, tidak ada penekanan atas masa pra-keberadaan-Nya, penjelmaan-Nya, dan keilahian-Nya, atau atas sifat mendamaikan yang terkandung dalam kematian-Nya. Khotbah itu sungguh-sungguh suatu "Kristologi kuno," dan terutama terdiri dari pemberitaan tentang kematian, kehidupan dan kebangkitan Yesus, serta undangan untuk mempercayai Dia agar memperoleh pengampunan dosa.”

Pendirian Gereja yang bukan Yahudi di Antiokhia
            Perkembangan gereja memasuki babak baru dari persekutuan Yahudi di Yerusalem menjadi masyarakat yang universal. Penerimaan orang Samaria didalam gereja dan pertobatan keluarga Kornelius yang bukan Yahudi. Namun perkembangan gereja lebih lagi dengan permulaan dari suatu jemaat yang bukan Yahudi yang berdiri sendiri dan menjadi pusat bagi misi gereja untuk orang-orangg yang bukan Yahudi yang di Asia dan Eropa.






`

BAB IV
PENUTUP
Dengan melihat dinamika gereja menurut Kisah Para Rasul, dapat kita belajar bahwa gereja merupakan persekutuan orang-orang kepada Tuhan. Dan Roh Kudus yang memberikan kekuatan kepada gereja.
Gereja memerlukan oraganisasi dan pengurus untuk mengelola apa yang dipercayakan Tuhan kepada gereja. Dengan menempatkan orang-orang yang takut akan Tuhan dan menjadi teladan dalam kehidunpannya.
Tuhan bisa memakai berbagai cara untuk melakukan rencanaNya, termasuk penganiayaan dengan tujuan bagi perluasan pekabaran Injil. Dan bisa memakai orang-orang yang tidak menyukai orang percaya menjadi seorang pelayan Tuhan yang luar biasa, seperti Paulus.
Konflik didalam gereja bisa terjadi dan menjadikan gereja dewasa dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada.


DAFTAR PUSTAKA
-------, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih Cetakan ke 13, 2001.
Charles C. Ryrie, Teologia Dasar 2, Yogyakarta: Yayasan ANDI Cetakan ke 9, 2005.
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia Cetakan ke 8, 2003.
Dwi Gatot Suprasetya, Pdt.,S.E.,S.P., Th. M, Intisari Teologia Sistematika Diktat Kuliah, Program M.A. STTIH Semarang.
Henry C. Thiessen, Teologia Sistematika, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas Cetakan ke 5, 2000.
J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, Bandung: Yayasan Kalam Hidup Cetakan ke 17, 2004
Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol. 5 Doktrin Gereja, Surabaya: Penerbit Momentum Cetakan ke 7, 2008.
Merrill C Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas Cetakan ke 6, 2001.
Ola Tuluan, Rev, Ph.D., Introduksi Perjanjian Baru, Malang: Departemen Literatur YPPI Cetakan ke 2, 1999.
Philip Johnson, IVP Introduction To The Bible, Bandung: Yayasan Kalam Hidup Cetakan ke 1, 2011.
Walter M. Dunnet, Ph.D., Pengantar Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas Cetakan ke 8, 2001.
J.I. Packer, Merril C. Tenney, William White, Jr., Dunia Perjanjian Baru, Surabaya: Penerbit YAKIN Cetakan ke 4, 2004.


[1] Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol. 5 Doktrin Gereja, Surabaya: Penerbit Momentum Cetakan ke 7, 2008. Halaman  6.
[2]  Charles C. Ryrie, Teologia Dasar 2, Yogyakarta: Yayasan ANDI Cetakan ke 9, 2005. Halaman 184
[3] Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol. 5 Doktrin Gereja, Surabaya: Penerbit Momentum Cetakan ke 7, 2008. Halaman  7.
[4] J.I. Packer, Merril C. Tenney, William White, Jr., Dunia Perjanjian Baru, Surabaya: Penerbit YAKIN Cetakan ke 4, 2004. Halaman 169.
[5] Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol. 5 Doktrin Gereja, Surabaya: Penerbit Momentum Cetakan ke 7, 2008. Halaman  8-9.
[6] Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol. 5 Doktrin Gereja, Surabaya: Penerbit Momentum Cetakan ke 7, 2008. Halaman  9-10.
[7]  Charles C. Ryrie, Teologia Dasar 2, Yogyakarta: Yayasan ANDI Cetakan ke 9, 2005. Halaman 183
[8]  Henry C. Thiessen, Teologia Sistematika, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas Cetakan ke 5, 2000. Halaman 473- 478
[9]  J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, Bandung: Yayasan Kalam Hidup Cetakan ke 17, 2004. Halaman 268